Senin, 10 Oktober 2016

BERBAGI CERITA

MISTERI_cerita misteri adalah salah satu cerita yang menarik dari berbagai cerita yang pernah kubaca. Tiba-tiba terlintas difikiran untuk bikin sebuah cerita bertema misteri. Walaupun masih amatiran, semoga cerita ini cukup menarik.


TAK TERDUGA


            Pagi itu sungguh pagi yang mencekam. Mungkin karena kejadian itu, hidupku jadi berubah. Dan karena kejadian itu pula, aku jadi bisa membuka mata dan melihat betapa banyaknya hal kecil yang merupakan awal dari suatu kejadian yang tak terduga.
            Perkenalkan namaku Rosalina Sujiwati atau biasa dipanggil Lina.Pagi itu, aku tak tahu hantu apa yang sedang merasuki sahabatku, Val atau lengkapnya Valeria Putri Santoso. Cewek berambut pendek dan berkacamata bingkai tipis itu tiba-tiba sudah ada di depan rumahku. Ia memintaku untuk menemaninya ke sekolah. Awalnya aku menolak karena waktu masih menunjukkan pukul 05.30 pagi dan sekolah baru mulai pukul 07.00. Tapi Val terus membujukku.
            “Ayolah Lin, temenin aku ke sekolah. Bukuku ada yang ketinggalan di kelas, dan di buku itu ada tugas yang belum aku selesaiin dan lagi tugas itu harus dikumpul waktu pelajaran pertama.” Pinta Val dengan wajah memelas.
            “Hhhmm... yaudah, yaudah aku temenin. Tunggu 15 menit ya, aku mau siap-siap.”
            20 menit kemudian kami pun berangkat ke sekolah. Sesampainya di depan sekolah, tiba-tiba perasaanku tak enak. Desir angin yang dingin membuat bulu kudukku berdiri. Langit mendung dengan matahari yang belum sepenuhnya terbit, ditambah lampu-lampu yang berpendar remang yang ada di sekitar gedung sekolah, membuat suasana semakin mencekam. Bukannya aku takut akan hantu atau hal semacamnya, tapi kurasa akan ada peristiwa menggemparkan di sekolah ini.
            Untuk menutupi kegelisahanku aku pun bertanya pada Val. “Val, kita parkir dimana nih?”
            “Uumm... di parkiran yang ada di selatan gedung sekolah aja gimana?”
            “Yang ada kamar mandinya itu?”
            “Iya. Soalnya parkiran disitu yang paling deket sama kelasku.”
            Aku tak yakin untuk parkir di tempat itu, karena setahuku pencahayaan disana cukup buruk. Tapi entah kenapa aku menuju parkiran itu juga. Selama perjalanan menuju parkiran, perasaan gelisah dan tak enak yang sempat kurasakan, kembali datang menerpa. Aku merasa ada sesuatu yang telah terjadi di sekolah ini. Aku melihat ke arah Val yang ada di boncengan belakang melalui spion motor, ku lihat dia juga tampak gelisah. Tapi sepertinya kegelisahannya lebih ke tugas yang belum ia selesaikan.
            Setelah motor yang kukendarai terparkir dengan benar, Val pun turun dari boncengan dan segera merapikan rambut dan kacamatanya. Aku pun mengeluarkan lalu menghidupkan senter handphoneku, karena pencahayaan di parkiran ini sangat minim.
            Aku mulai menyenteri jalan yang ada di depanku. Tapi ada yang tak biasa dengan jalan itu. Aku melihat seperti ada beberapa bercak aneh yang seakan membekas disana. Ku pikir itu hanya bercak air atau cat yang tercecer. Tapi rasa ingin tahuku lebih besar dari pemikiran itu. Aku mendekati bercak itu, dan berjongkok untuk mengamatinya lebih jelas.
            “Val, kesini bentar deh.”
            “Ada apa sih Lin? Aku buru-buru nih.”
            “Udah, sini aja dulu. Ada hal aneh yang mau aku tunjukin nih.”
            Setelah Val berada disampingku, aku pun menunjukkan bercak itu padanya. “Coba lihat deh Val, ini bercak darah atau bukan sih? Soalnya baru aku deketin, baunya anyir gitu.”
            Val memperhatikan bercak itu. Ia menyentuh dan mencium aroma bercak itu. Aku juga melakukan hal yang sama, dan satu hal yang aku tahu pasti, bercak itu cukup baru.
            “Iya, ini bercak darah, dan tampaknya ini baru 8-9 jam yang lalu. Tapi aku nggk tau ini bercak darah manusia atau hewan.” Val pun berdiri dan mengeluarkan lalu menghidupkan senter handphonenya juga. Kini aku bisa melihat dengan lebih jelas ke arah bercak darah itu. Ternyata bercak itu tak hanya ada disana. Aku melihat di bawah kakiku juga ada bercak yang sama. Aku berdiri dan menyenteri jalan di belakangku, dan ternyata disana juga ada bercak yang sama. Bercak itu seakan membentuk sebuah rantai yang panjang.
            “Val lihat! Disana juga ada bercak yang sama.” Kataku sambil menunjuk ke arah bercak yang ada di belakangku.
            “Lin, gimana kalau kita ikutin bercak ini?”
            “Tapi tugasmu gimana?”
            “Udah, urusan tugas nantian aja. Sekarang aku mulai penasaran sama bercak ini. Aku pikir ini darah manusia, tapi aku nggk begitu yakin.” Ucap Val dengan mantap. Aku tak yakin akan ide itu. Perasaan tak enakku kembali datang. Tapi sebelum aku mengucapkan penolakanku, Val sudah menarik tanganku. Alhasil, aku dan Val mengikuti bercak darah itu.
            Sekarang aku mulai menyesal telah menemukan bercak itu. Harusnya aku abaikan aja bercak itu dari awal. Tapi mau gimana lagi? Nasi sudah jadi bubur. Kini dengan perasaan gelisah, aku mengikuti bercak itu bersama Val. Kami terus mengikuti bercak itu, hingga beberapa saat kemudian, kami pun tiba diujung bercak itu.
            Aku pun menyoroti senter handphoneku ke depan. Ternyata bercak ini berujung di sebuah pintu yang cukup besar, yang menurut perkiraanku ini adalah pintu gudang. Setelah aku dan Val melihat ke sekeliling, ternyata dugaanku benar. Kami berada di sebuah gudang, atau lebih tepatnya ini adalah gudang olahraga, dimana semua barang yang berhubungan dengan olahraga disimpan di gudang ini.
            “Val, kamu bauin sesuatu nggk? Kayak aroma anyir yang pekat banget.”
            “Iya, aku juga bauin. Kayaknya dari dalam gudang ini deh. Gimana kalau kita coba buka aja ini gudang.”
            “Tapi, setahuku pintu gudang ini selalu terkunci.”
            “Kalau ke kunci, kenapa ada tumpukan batako disini?” Kata Val sambil menunjuk tumpukan batako yang tidak terlalu tinggi.
            Benar juga kata Val. Kenapa ada tumpukan batako disini? Dan lagi, tumpukan ini cukup menghalangi pintu gudang. Setahuku di sekolah ini tidak ada proyek membangun. Ini aneh, benar-benar aneh.
            Ditengah lamunanku, tiba-tiba Val bertanya padaku. “Lin, gimana kalau kita singkirin batako-batako ini. Siapa tau setelah kita singkirin, ternyata pintu bisa dibuka. Gimana?”
            “Kamu yakin?” tanyaku ragu. Perasaan gelisah yang tadi kurasakan masih belum hilang.
            “Iya, aku yakin.” Kata Val sambil memasukkan handphonenya ke saku rok dan mulai menyingkirkan batako-batako itu.
            Aku masih terpaku ditempat dan mencoba untuk mengenyahkan rasa gelisahku dan mencoba berpikir positif. Akhirnya aku pun memasukkan handphoneku ke saku jaket yang ku pakai dan membantu Val menyingkirkan batako-batako tersebut.
            Beberapa menit kemudian, batako-batako itu sudah tersingkir. Kami pun kembali mengambil handphone dan mengaktifkan senter handphone kami. Desir angin pagi yang tiba-tiba berhembus, membuat perasaanku kembali tak tenang. Tapi kembali kucoba untuk berpikir positif.
            Kami pun berjalan mendekati pintu gudang . Kulihat wajah Val tampak tenang dan tak ada keragu-raguan sedikit pun. Val melihat ke arahku seakan meminta persetujuan untuk membuka pintu itu. Dengan terpaksa, aku mengangguk untuk mengiyakan.
            Ternyata benar kata Val, pintu itu tidak terkunci sama sekali. Pintu itu membuka sedikit demi sedikit. Dan setelah pintu itu terbuka lebar, bau anyir darah yang sangat pekat tiba-tiba menyeruak masuk ke rongga hidung. Kami pun terbatuk-batuk sejenak, dan segera menutup hidung.
            Sembari menutup hidung, kembali kusorotkan senter handphoneku ke jalan yang ada di depanku. Ternyata bercak darah tadi tersambung ke dalam gudang. Kami pun memasuki gudang itu. Tapi baru beberapa langkah, terdengar bunyi mencicit. Aku pun terkejut dan tanpa sengaja menjatuhkan handphoneku dengan cahaya senternya menghadap ke atas, tapi Val yang mempunyai reflek yang bagus segera menyenteri ke arah bunyi itu datang. Ternyata ada seekor tikus nakal yang sedang menggerogoti bola tenis di pojokan. Tapi saat terkena sinar senter, dia pun pergi dan bersembunyi di balik rak-rak bola.
            Setelah mengetahui sumber bunyi itu, aku pun mengambil kembali handphoneku yang terjatuh. Karena cahaya senternya menghadap ke atas, sekalian saja aku melihat langit-langit gudang ini. Tapi betapa terkejutnya aku, ternyata di atas langit-langit ada sesuatu yang menggantung.
            Melihat ekspresiku yang terpaku dan wajahku yang tiba-tiba pucat, Val yang penasaran dengan apa yang kulihat, juga menyoroti langit- langit gudang. Kini terlihatlah dengan jelas bahwa sosok yang menggantung di langit-langit gudang adalah seorang siswi yang memakai seragam sekolah ini.
            Melihat hal semacam itu, membuat lidahku terasa kelu. Tiba-tiba semua yang ada di sekitarku seakan berputar, badanku lemas. Val yang menyadari keadaanku segera membawaku keluar dari gudang itu. Tapi sebelum sampai di luar, badanku yang sudah lemas pun jatuh pingsan.
            Saat aku terbangun, aku sudah berada di sebuah ruangan yang beraksen serba putih. Aku juga seperti mendengar suara sirine di luar. Dan saat aku membuka mata, aku melihat wajah cemas Val.
            “Lin, kamu udah sadar? ” ucap Val dengan nada sedikit cemas.
            “Se..se..sekarang aku dimana dan apa yang terjadi?” tanyaku sedikit terbata-bata.
            “Udah, udah. Jangan banyak tanya dulu. Sekarang minum dulu air anget ini.”kata Val sambil menyerahkan segelas air hangat. “Sekarang kamu tuh ada di UKS sekolah. Tadi kamu pingsan di deket gudang olahraga, saat kita lagi menyelidiki bercak darah itu.”
            Sekarang aku ingat aku pingsan setelah melihat mayat yang menggantung di langit-langit gudang olahraga itu. “Terus, gimana sama mayatnya?”
            “Sekarang mayatnya lagi diurus sama polisi. Tadi setelah kamu pingsan, aku segera nyari pak satpam. Terus pak satpam yang nelpon polisi sama ambulans. Begitu polisi dateng, mereka segera menurunkan mayatnya dan membawanya ke rumah sakit, katanya sih untuk a..a..”
            “Autopsi?” sela ku.
            “Iya! Autopsi! Dan sebelum mayatnya diangkut ke mobil ambulans, aku dapat melihatnya sekilas. Setauku dia siswi kelas XI (sebelas) di sekolah ini, dan kalau nggk salah namanya Gabriella Adwitiya. Dan aku denger-denger juga, dia udah ngerencanain aksi bunuh dirinya ini jauh-jauh hari.”
            “Kelas sebelas? Bunuh diri?” sela ku lagi.
            “Iya, bunuh diri. Dan setelah aku tanya ke sahabat-sabahatnya, dia katanya lagi ada masalah sama keluarganya. Bapak ibunya sering bertengkar, dan dia sering jadi pelampiasan dari kemarahan ibunya. Dan katanya lagi, dia udah pernah coba bunuh diri sebelumnya, tapi berhasil digagalkan sama sahabat-sahabatnya. Sekarang karena kejadian ini, sekolah hari ini diliburkan. Jadi aku nggk perlu kumpulin tugasnya hari ini. Yeey!!”
            “Eehh, tapi kenapa darahnya berceceran dan kenapa ada batako di depan gudang olahraga?”
            “Oh.. klo masalah darah itu, kata polisi yang lagi nanganin kasus ini, katanya kemungkinan dia udah menyayat-nyayat tubuhnya sendiri sebelum dia gantung diri. Dan untuk batakonya, katanya pak satpam, ada yang nitipin batako itu, dan karena nggk tau dimana mau ditaruh jadi ditumpuk aj di depan gudang olahraga.”
            “Ohh... gitu toh.” Setelah aku mendengar kisah itu, aku masih nggk percaya. Kenapa dia milih bunuh diri? Padahal dia punya sahabat-sahabat yang menyayanginya.. Hhhmmm....
            3 minggu kemudian, aku dan Val pergi ke acara pemakamannya. Ke pemakaman Gabriella Adwitiya. Disana aku lihat ibunya nangis begitu keras sampai terisak-isak. Sedangkan ayahnya terlihat sangat terpukul.
            Yah, begitulah hidup. Terkadang kita sendiri nggk sadar kalau kita udah melewatkan dan menyianyiakan apa yang telah kita miliki. Kita nggk pernah sadar bahwa rasa ego kita mungkin telah menyakiti orang lain dan membawanya ke gerbang kehancuran. Satu hal kecil yang kita lakukan ke orang lain, mungkin akan menciptakan sesuatu yang tak terduga dikemudian hari, baik itu kejahatan maupun kebaikan.
TAMAT
 
Puisi_akhir-akhir ini puisi sering dijadikan cara buat mengungkapkan sesuatu, terutama perasaan kita. dan disini aku juga mencoba mengungkapkan ide yang tiba-tiba terlintas di otak lewat beberapa puisi ini.



Jagalah Kami


Di saat ku termenung
Bayangan itu datang menghampiri
Bayangan akan kehancuran bumi ini
Tanah yang kering dan berdebu
Danau, sungai, semuanya mengering
Udara tercemar menjadi teman kami
Bau aneh yang menyengat terus menghantui
Semua telah tercemar
Semua telah tercemar…
Tanah, air, bahkan udara,
semua sudah tak layak lagi
Kekeringan, kelaparan,
sudah jadi makanan sehari-hari
Kekacauan terjadi dimana-mana

Kini ku tersadar
Semua itu takkan pernah terjadi
jika kita bisa menjaga bumi ini
tanah, air, dan udara
harus terus kita jaga
demi masa depan kita
demi masa depan anak cucu kita



Kehidupan Si Gelandangan


Disaat aku merenung
Aku berfikir
Sampai kapan aku menghadapi semua ini
Cobaan yang tak henti-hentinya datang silih berganti
Bagaikan karang yang terus dihantam ombak
Aku masih tetap kuat,
tapi batinku semakin terkikis
Ingin rasanya ku berteriak sangat lantang
kepada semua orang
AKU MEMANG MISKIN,!!!
AKU MEMANG ORANG TAK PUNYA
TAPI AKU TAK AKAN BERBUAT SEKEJI ITU!!!

Oh Tuhan
Apa salahku?
mengapa orang-orang terus mengkambing hitamkanku
Berdosakah aku?
Salahkah aku?
Hanya karna aku ingin menolong.
Hanya karna aku ingin membantu
Mereka malah menghujaniku
dengan tangan-tangan kasar itu
Jika ini memang karmaku
aku akan menerimanya
Aku akan tetap kuat dan bertahan
Tapi hanya satu doaku
Semoga mereka dibukakan mata batinnya
hanya untuk melihat,
Betapa menderitanya kami
Para Gelandangan…..



Narkoba
 

Dulu hidupku tentram sebelum ada kau
Dulu hidupku bahagia sebelum mengenalmu
Tapi kini, hidupku hancur karnamu.

Berawal dari masa coba-coba
Hingga kini aku bergantung padamu
Tak pernah kusangka semua akan seperti ini
Semua orang yang kusayangi menjauhiku

Aku menyesal, telah memakaimu dalam hidupku
Aku menyesal akan keputusanku waktu itu
Banyak yang tlah menasihatiku
Tapi kuabaikan semua itu

Apa yang harus aku lakukan?
Aku telah terjebak dalam perangkapmu.
Perangkap yang telah menjerumuskanku,
ke dalam lubang hitam kehidupan.

Kini panti herabilitasi menjadi tempatku
Tempat untuk merenungi semuanya
Merenungi semua perbuatan,
yang tidak seharusnya ku perbuat.
Hingga waktunya tiba,
aku telah berjanji untuk tidak memakaimu lagi.
Aku menyesal telah mengenalmu dalam hidupku.